Abstrak:
Artikel
ini menitik beratkan kajiannya pada sejarah perjuangan nabi Muhammad
saw. di Mekkah dan Madinah, strategi perjuangan nabi saw., dan kunci
kesuksesan kepemimpinan Nabi saw. Sampai kapanpun, orang tetap tertarik
untuk mengkaji sejarah hidup nabi Muhammad saw. karena kesuksesannya di
dalam berdakwah yang sangat cepat sehingga hanya dalam waktu 23 tahun
saja, Nabi Muhammad saw. mampu mendirikan Negara Madinah, bukan Negara
agama dan juga bukan Negara Arab. Fenomena kebesaran, kehebatan, dan
kesuksesan Nabi Muhammad saw. yang sangat cepat ini, yang
diakui tidak hanya oleh para pengikutnya, tetapi juga oleh para
lawan-lawanya, penting untuk dikaji untuk menemukan cara-cara dan
strategi yang tepat untuk meraih kesuksesan di dalam dakwah Islamiyyah
saat ini dan juga untuk menggali kunci-kunci kesuksesan kepemimpinan
Nabi Muhammad saw. untuk diterapkan pada zaman modern ini. Dengan itu
dapat diharapkan, akan lahir tokoh-tokoh dan para pemimpim Islam yang
mampu meneladani sifat-sifat kepemimpinan Nabi saw.
This
article concentrates its study to the history of struggle of Prophet
Muhammad peace be up on him in Mecca and Madina, strategy of struggle of
the prophet, and success keys of prophet leadership. Untill now days,
every student of Islamic history remained interested in studying history
of the Prophet Muhammad peace be up on him because his very fast
success in Islamic mission and propaganda. Only in 23 years, Prophet
Muhamamd peace be up on him is able to establish Medinan state, not
religion state nor Arabic state. The phenomenon of greatness and success
of Prophet Muhammad was admitted not only by his followers, but also by
his opponents. Therefore, it is significant to study this historical
phenomenon to find methods, precise strategies to gain success in
Islamic mission and propaganda in now days and also to unearth and
discover success keys of Prophet Muhammad leadership to
apply them in this modern era. By understanding and imitating an example
from the Prophet Muhammad, it is hoped that Islamic figures and leaders
who is able to follow the characters of Muhammad leadership will be
born.
Keywords:
Perjuangan Nabi, Sîrah Nabawiyyah, Strategi Perjuangan, Kunci Kesuksesan
Pendahuluan
Tidak
dapat diingkari oleh siapapun bahwa nabi Muhammad saw. adalah manusia
terbesar di muka bumi. Kebesarannya tidak hanya diakui oleh orang
muslim, tetapi juga oleh orang-orang Barat; tidak hanya diakui oleh para
pengikutnya, tetapi juga oleh para lawannya. Nabi Muhammad saw. adalah
manusia sempurna (insân kâmil). Memang benar ia adalah manusia biasa, tetapi di sisi lain ia tidak seperti umumnya manusia. Syair Arab mengatakan: Muhammadun basyarun lâ kalbasyari bal huwa kal yâqûti baina al-hajari. Muhammad adalah manusia, tetapi tidak seperti manusia lainnya. Ia seperti yâqût (batu mulia) di antara batu-batu.
Alquran mengatakan:
Qul Innamâ ana basyarun mitslukum yûhâ ilayya annamâ ilâhukum ilâhun wâhidun. (18:110)
Katakan,
“Sesungguhnya aku adalah manusia biasa seperti kalian yang diberi wahyu
bahwasannya Tuhan kalian adalah Tuhan yang Esa. Kebesaran Nabi Muhammad
saw. inilah yang mendorong setiap orang dari dulu hingga kini selalu
ingin mengetahui rahasia-rahasia di balik kesuksesannya menyebarkan
agama dan menjadi pemimpin umat manusia.
Oleh
karena itu, tulisan ini mengkaji sejarah perjuangan Muhammad saw.
sebagai seorang nabi dan rasul di Mekkah dan Madinah yang menfokuskan
diri pada berbagai problem dan tantangan yang dihadapi oleh Muhammad
saw. dan bagaimana ia menghadapi dan memecahkan problem-problem itu,
lalu dilanjutkan dengan mengkaji strategi yang digunakan dan kunci
kesuksesan Muhammad saw. dalam perjuangannya untuk mempertahankan dan
menyebarkan agama Islam kepada Suku kafir Quraisy pada khususnya dan
bangsa Arab pada umumnya.
Kajian ini dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber yang berupa sîrah nabawiyyah
karena selama ini tampaknya yang sudah seringkali dikembangkan oleh
para ulama Indonesia dan para mahasiswanya adalah kajian hadis dan
sejarah Islam awal, sementara kajian sirah nabawiyyah kurang
dikembangkan dan oleh karena itu kurang dikenal dan diminati oleh para
mahasiswa di jurusan tafsir hadis pada khususnya dan di berbagai UIN,
IAIN, dan STAIN di Indonesia. Dengan kajian ini, diharapkan akan
memberikan rangsangan, nuansa dan arah baru bagi pengembangan studi sirah nabawiyyah di Indonesia dan di negara-negara muslim lainnya.
Nabi Muhammad saw. dan Wahyu
Muhammad
bin ‘Abdullah dilahirkan dari kalangan keluarga terhormat yang relatif
miskin, keturunan suku Quraisy di Mekkah sekitar tahun 570 M. Ayahnya
telah meninggal sebelum ia lahir dan ibunya berpulang kerahmatullah
ketika ia masih anak-anak. Ia dibesarkan olah pamannya, Abu Thalib, yang
meskipun tak pernah mau menerima Islam, tetapi membela keponakannya
mati-matian dari sikap permusuhan orang-orang Mekkah yang membenci agama
Islam yang baru itu. Ia adalah orang yang jujur, dapat dipercaya dan
berakhlak luhur. Khadijah, seorang janda kaya yang lebih tua lima belas
tahun daripadanya dan mempekerjakannya untuk mengurus perdagangannya
begitu terkesan oleh kejujuran dan akhlaknya sehingga ia meminta
Muhammad menjadi suaminya. Muhammad yang waktu itu berusia dua puluh
lima tahun menerima permintaan itu dan tidak kawin lagi sampai Khadijah
meninggal di saat Muhammad saw. berusia lima puluh tahun. Kita juga tahu
bahwa keluhuran budi Muhammad mendorongnya untuk menyepi secara teratur
di Gua Hira di luar kota Mekkah untuk berkontemplasi. Proses
kontemplasi batiniyah untuk mencapai pengalaman moral-religius ini
mencapai puncaknya dengan turunnya wahyu kepadanya pada saat ia sedang
tenggelam dalam perenungannya yang dalam. Wahyu-wahyu awal yang diterima
Muhammad saw. tentu saja terkait dengan persoalan ide monoteisme (tauhîdullah),
yakni ide tentang keesaan Tuhan dan terkait dengan persoalan humanisme
dan rasa keadilan ekonomi dan sosial di kalangan bangsa Arab.
Siapapun yang membaca Alquran dengan teliti akan berkesimpulan
demikian. Alquran (107) mengatakan, Tahukah kamu orang yang mendustakan
agama? Itulah orang yang berlaku buruk terhadap anak-anak yatim dan
tidak menganjurkan (orang) untuk memberi makan kepada orang miskin.
Maka, celakalah orang-orang yang (walaupun) shalat, (namun) lalai dalam
shalatnya, orang-orang yang shalatnya hanya riya` (untuk dilihat orang saja) dan menolak (untuk memberikan) pertolongan sehari-hari (bagi yang memerlukannya).
Semangat
inilah yang kelak menghasilkan terbentuknya masyarakat Islam di
Madinah. Nabi tampaknya menegaskan: satu Tuhan – satu ummat manusia.
Perlu digarisbawahi bahwa, baik monoteisme maupun perasaan keadilan
sosial-ekonomi, bukanlah sifat khas penduduk kota Mekkah atau bangsa
Arab semata; sebaliknya, paham persamaan yang dikemukakan oleh Islam,
dalam sifatnya sendiri, betul-betul melampaui ideal nasional manapun
juga.
Menurut hadis, wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi adalah wahyu berikut:
Bacalah
dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan; yang telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah
yang mengajar dengan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. Ketahuilah sesungguhnya manusia itu benar-benar melampaui
batas, karena ia melihat dirinya serba cukup. Akan tetapi, kepada
Tuhanmulah semuanya akan kembali. (Alquran 96: 1-8).
Cerita-cerita
paling awal tentang Muhammad saw merujuk kepada kenyataan bahwa
pengalaman ini terjadi dalam atau disertai oleh suatu keadaan ‘setengah
sadar’ atau ‘kwasi mimpi’, karena Nabi diriwayatkan, setelah
menceritakan pengalamannya itu, telah mengatakan: “Kemudian aku
terjaga”. Bersama dengan berlalunya waktu, Nabi Muhammad saw mulai
melancarkan perjuangan yang berat dengan dasar keyakinan-keyakinannya,
dan pengalaman-pengalaman menerima wahyu ini menjadi semakin sering,
sementara tradisi Islam menjelaskan bahwa pengalaman-pengalaman wahyu
Nabi ini (ketika ia menyelam ke relung kesadaran yang paling dalam)
biasanya disertai oleh gejala-gejala fisik tertentu.
Perjuangan Nabi Muhammad Di Mekkah dan Madinah saw.
Dakwah
Nabi Muhammad saw. mendapat tantangan sengit dari warga kota Mekkah
terutama dari kelompok penguasa kota tersebut. Mereka tidak hanya takut
pada tantangan nabi Muhammad saw terhadap agama tradisional mereka yang
politeisme itu, tetapi juga khawatir kalau struktur masyarakat mereka
sendiri dan kepentingan dagang mereka, akan tergoyahkan langsung oleh
ajaran Nabi Muhammad saw yang menekankan keadilan sosial, yang makin
lama makin menjurus dalam kutukannya terhadap riba, dan desakannya
mengenai zakat. Segala macam tuduhan dilontarkan kepada nabi: bahwa ia
adalah orang yang kesurupan, seorang penyihir, dan bahwa ia kehilangan
keseimbangan pikiran. Sementara perjuangan nabi terus berlangsung,
ajaran Nabi sedikit demi sedikit dirumuskan dengan jelas, baik dengan
cara mengeksplisitkan teologi dasarnya melalui strategi argumentasi
maupun oleh suatu proses kristalisasi kewajibankewajiban spesifik yang
dikenakan terhadap pengikut-pengikutnya, baik yang menyangkut diri
mereka sendiri maupun vis a vis kelompok yang memusuhi mereka. Secara
kronologis, ajaran pertama yang ditanamkan oleh Alquran setelah
monoteisme dan keadilan sosial-ekonomi adalah tentang hari pengadilan
dan pertangungjawaban akhir dari perbuatan manusia. Manusia tidak hanya
pendurhaka, tetapi juga pemberontak yang keras kepala. Karena itu,
haruslah ada perhitungan moral di mana hukuman berat disediakan bagi
orang-orang yang tidak percaya dan para pelaku kejahatan, sedangkan
ganjaran yang besar akan diberikan kepada orangorang yang shaleh.
Sementara itu, tugas nabi adalah menyiarkan risalah dan memberi
peringatan dengan tak kenal lelah, siapa tahu mereka akan sadar kembali.
Alquran
pada periode Mekkah juga berualng-ulang berbicara tentang kisah
Nabi-nabi terdahulu, Ibrahim, Nuh, Musa, Isa, dan lain-lain, yang juga
adalah orang-orang yang dimusuhi masyarakatnya, yang risalahnya pun
telah disambut dengan sikap keras kepala oleh sebagian besar
masyarakatnya. Kisah-kisah tersebut makin lama makin lengkap dan
gambaran nabi-nabi terdahulu itu semakin mempunyai bentuk yang pasti.
Mempertanyakan - dari mana sumber-sumber riwayat nabi-nabi di dalam
Alquran berasal - tidak penting dalam menegaskan makna dan keaslian
risalah nabi. Karena yang utama adalah bagaimana kita bisa memahami
fungsi dan makna cerita-cerita tersebut.
Dalam
perjuangannya, walaupun pernah mengalami kekecewaan-kekecewaan, Nabi
Muhammad saw tak pernah kehilangan harapan untuk meraih keberhasilan dan
kemenangan dalam tugasnya. Orang-orang nampaknya menaruh penekanan
terlalu banyak pada peristiwa lahiriyah secara rinci dan teliti dalam
riwayat hidup nabi, tetapi tidak cukup memberikan perhatian kepada
sejarah spiritual batiniahnya yang penuh pergolakan, yang masih harus
disusun dengan lengkap. Sebelum Muhammad menerima tugas kenabian,
pikirannya selalu terganggu oleh masalah-masalah tentang situasi dan
nasib manusia. Hal ini mendorongnya untuk menyepi dan berkontemplasi
secara teratur. Dari perjuangan jiwanya yang tak kenal menyerah untuk
menemukan jawaban, turunlah wahyu. Tentang hal ini, Alquran mengatakan
(94: 1-3): “Tidakkah Kami telah melapangkan kesesakan dadamu dan
melepaskan beban yang memberatkan punggungmu?” Dengan demikian, seluruh
sejarah batin nabi selanjutnya tergaris antara dua batas, yakni
kekecewaan yang disebabkan oleh sikap warga Mekkah, yang merupakan
masalah di luar kekuasaannya, dan usaha untuk mensukseskan misinya.
Demikian kuatnya semangat Nabi untuk berhasil hingga Alquran
berulangkali menyinggung tentang keadaan dirinya, baik pada periode
Mekkah maupun periode Madinah. ‘Tidaklah Kami turunkan Alquran kepadamu
(hanya) untuk membuatmu menderita.’ (20:2). Bahwa perhatian Nabi dan
keprihatinannya terhadap masyarakat Yahudi dan Kristen di Madinah pada
dasarnya adalah sama dengan perhatian dan keprihatinannya terhadap
orang-orang kafir Arab di Mekkah. Nabi tidak menyia-nyiakan setiap
kesempatan yang diperolehnya untuk melaksanakan rencananya.
Musuh-musuhnya, baik ketika di Mekkah maupun di Madinah, yang mengetahui
semangat Nabi yang demikian besarnya demi perjuangan kemanusiaan ini,
menawarkan kepadanya kesempatan-kesempatan pancingan dengan imbalan
konsesi-konsesi dari Nabi, tetapi Alquran terus-menerus memperingatkan
Nabi tentang setiap kemungkinan kompromi dan menegaskan perbedaan antara
kompromi dan strategi. ‘Mereka ingin, kalau saja engkau mau berkompromi
maka mereka juga mau berkompomi.’ (68:9).
Strategi Nabi Muhammad saw.
Di
Mekkah Nabi telah memperoleh sekelompok pengikut yang kecil jumlahnya,
tapi bersemangat kuat. Namun setelah tiga belas tahun berdakwah dan
berjuang terus menerus, tampak jelas bahwa gerakannya menemui jalan
buntu. Dan tampaknya
kecil sekali harapan untuk cepat-cepat memperoleh keberhasilan
menghadapi perlawanan warga Mekkah yang keras kepala itu. Ketika itulah,
orangorang Madinah mengadakan hubungan dengan Nabi dan mengundangnya
untuk pindah ke kota tersebut, dan menjadi pemimpin politik dan agama.
Karena alasan ini, tidak mungkin untuk menganggap Nabi telah kehilangan
harapan atau ditolak sama sekali di Mekkah, walaupun perjuangannya baru
memperoleh kemajuan sedikit saja, dan seperti dikatakan tadi, tampaknya
seolah-olah menemui jalan buntu. Seandainya misinya
memperoleh kemajuan yang memuaskan, tentulah ia tidak akan meninggalkan
Mekkah, karena menguasai kota tersebut yang merupakan pusat keagamaan
bangsa Arab, adalah tujuan utamanya. Namun sebaliknya, ia juga bukan
sama sekali tidak diikuti orang di Mekkah, karena kalau tidak demikian,
jelas orang-orang Madinah itu tidak akan memintanya untuk menjadi
pemimpin agama dan politik mereka.
Di
Madinah, Nabi mengeluarkan sebuah piagam yang menjamin kebebasan
beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dengan menekankan
kerja sama seerat mungkin dengan sesama kaum muslimin, dan menyerukan
kepada orang-orang muslim dan Yahudi untuk bekerja sama demi keamanan
mereka bersama, dan sejauh menyangkut peraturan dan tata tertib umum,
otoritas mutlak diberikan kepada Nabi untuk memutuskan dan mengadili
perselisihan-perselisihan di antara mereka. Dalam waktu yang singkat,
nabi berhasil membina persaudaraan sejati yang kokoh dan efektif
di antara imigran-imigran muslim Mekkah dan kaum muslimin Madinah,
suatu fenomena yang menakjubkan ahli-ahli sejarah, baik dahulu maupun
sekarang. Setelah keberhasilan ini diperoleh, Nabi beralih pada tugas
yang meruapakan faktor yang menentukan dalam misi kerasulannya, yakni
menarik Mekkah untuk menerima Islam, dan melalui kota pusat keagamaan
ini selanjutnya menyebarkan Islam ke daerah-daerah lain. Karenanya,
sejak saat itu, seluruh usaha nabi dikerahkan untuk mencapai tujuan ini.
Di
Mekkah, ia telah berusaha sekeras-kerasnya, tapi tampaknya tidak ada
hasilnya. Dalam semangatnya, ia ingin melakukan strategi dan tindakan-tindakan
yang kadang-kadang menjurus kepada bahaya kompromi. Kenyataan yang
sebenarnya adalah bahwa nabi mempunyai strategi yang jitu, yakni merebut
Mekkah terlebih dahulu, untuk kemudian dari kota ini, menyiarkan Islam
ke daerah-daerah lainnya. Inilah target utama Nabi yang akan ia
jalankan, sekalipun seandainya ia masih di Mekkah. Ada dua faktor utama
yang mendorong kebijaksanaan ini: pertama, Mekkah adalah pusat keagamaan
bangsa Arab dan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islamlah, Islam
bisa tersebar ke luar. Kedua, apabila suku Muhammad sendiri dapat
diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang besar, karena
orang-orang Quraisy, dengan kedudukan mereka sendiri serta pakta-pakta
antarsukunya, mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar. Bahkan dalam
periode Mekkah awal, Alquran menyuruh Nabi untuk lebih dahulu mendekati
sanak keluarganya yang terdekat dan suku bangsanya.
Kunci Kesuksesan Kepemimpinan Nabi Muhammad saw.
Sejarah
mencatat bahwa kepemimpinan Rasulullah saw berlangsung bukan tanpa
hambatan. Ia menghadapi hambatan fisik maupun mental. Ia diejek,
dicemooh, dihina dan disakiti. Pada malam berhijrah dari Mekkah ke
Yatsrib, rumahnya dikepung oleh orang-orang beringas. Namun
hambatan-hambatan itu tidak membuatnya putus asa dan gagal dalam
melaksanakan tugas. Bahkan dalam waktu yang relatif singkat, ia mampu
menyelesaikan tugasnya membina satu masyarakat yang sebelumnya dikenal
sangat bobrok, serakah, fatalistik, anarkhis dan terpecah belah menjadi
satu masyarakat yang ideal, berkeadilan dan sejahtera dunia dan akhirat.
Oleh
karena itu, kita seharusnya bertanya, apa kunci kesuksesan kepemimpinan
Rasulullah saw. selain karena petunjuk, bantuan, dan perlindungan Allah
swt. Paling tidak ada beberapa hal yang perlu dikemukakan di sini.
Pertama,
akhlak Nabi yang terpuji tanpa cela. Muhammad saw. sejak muda sebelum
diangkat menjadi rasul terkenal lemah lembut, namun penuh daya
vitalitas, berakhlak mulia, jujur, dan tidak mementingkan diri sendiri
atau sukunya. Sejak muda, Muhammad saw. telah mendapat gelar al-amîn,
karena kejujurannya. Karena kejujurannya pula, ia mendapat kepercayaan
dari Khadijah yang kemudian menjadi istri dan pendukungnya untuk membawa
dagangannya ke Syria. Karena terkenal jujur dan keyakinan tidak akan
berpihak, maka majlis Hilf al-Fudhul mempercayakan kepadanya untuk memutuskan siapa yang akan meletakkan hajar aswad pada tempatnya setelah Kakbah selesai direnovasi.
Kedua,
karakter Nabi yang tahan uji, tangguh, ulet, sederhana dan bersemangat
baja. Rasulullah saw. walaupun sejak lahir sudah dalam keadaan yatim,
dan lahir dari kalangan suku yang terkemuka dan cucu dari pimpinan suku,
tetapi ia tidak mau hidup manja dan menggantungkan hidupnya kepada
orang lain. Sejak kecil, ia ikut menggembalakan ternak keluarga dan pada
usia dua belas tahun, ikut membantu pamannya berdagang, melawat ke
Syria, satu perjalanan sulit dan cukup berbahaya pada waktu itu. Sikap
percaya diri dan pengalaman hidup yang penuh perjuangan telah
menggembleng dirinya menjadi seorang pemimpin yang tidak akan surut
dalam perjuangan.
Ketiga,
sistem dakwah Nabi yang menggunakan metode imbauan yang diiringi dengan
hikmah kebijaksanaan. Nabi menyeru manusia agar beriman, berbuat yang
shaleh dan mencegah kemungkaran tanpa unsur paksaan sedikitpun. Allah
swt. sendiri memerintahkan, La ikrâha fî al-dîn (tidak ada
paksaan dalam agama). Ketika Nabi berhasil merebut kota Mekkah dan
memegang pucuk pimpinan, Nabi tidak melakukan tindakan balasan apapun
terhadap orang-orang yang pernah mengejek, mencemooh, dan menyakitinya.
Keempat,
tujuan perjuangan Nabi adalah sangat jelas yakni ke arah penegakan
keadilan dan kebenaran serta menghancurkan yang batil, tanpa pamrih
kepada harta, kekuasaan dan kemuliaan duniawi. Nabi menolak tawaran para
pemuka Quraisy Jahili untuk menukar gerak perjuangannya dengan harta,
tahta, dan wanita.
Kelima,
prinsip persamaan derajat. Nabi dalam pergaulan sehari-hari, bersikap
sama terhadap semua orang. Tutur sapanya, lemah lembutnya, senyum
manisnya, tidak berbeda antara satu dengan yang lain. Antara yang kaya
dan yang miskin, antara yang lemah dan yang kuat, antara musuh dan
sahabat. Ia tidak pernah menghardik, menghina, atau bermuka masam kepada
siapapun.
Keenam,
prinsip kebersamaan. Nabi dalam menggerakkan orang berbuat tidak hanya
memberikan perintah, tetapi ia sendiri ikut terjun memberikan contoh.
Ketika masyarakat Madinah membangun masjid Kubah yang sekaligus pula
akan menjadi tempat kediamannya, ia ikut menyingsingkan lengan baju dan
jubahnya untuk mengangkut tanah liat yang akan dijadikan sebagai dinding
masjid.
Ketujuh,
mendahulukan kepentingan dan keselamatan pengikut atau anak buah.
Ketika sikap permusuhan orang-orang Quraisy Jahili sudah sampai pada
tahap sadistis, Nabi memerintahkan sebagian kaum muslimin berhijrah ke
Abbesynia, Habasyah, demi keselamatan iman dan fisik mereka, sedangkan
Nabi sendiri beserta beberapa orang sahabat lain termasuk Abu Bakar,
Umar, dan Ali tetap tinggal di Mekkah menghadapi segala macam cobaan dan
resiko.
Kedelapan,
memberi kebebasan berkreasi dan berpendapat serta pendelegasian
wewenang. Nabi bukan pemimpin otokratis dan militeristis. Selain
wewenang kerasulan yang hanya diperuntukkan bagi dirinya oleh Allah
swt., wewenangnya selaku pemimpin umat dan negara sebagian ada yang
didelegasikan kepada pejabat bawahannya. Selain itu, nabi memberikan
kebebasan berpendapat kepada sahabat yang diangkat menduduki suatu
jabatan.
Kesembilan,
Nabi adalah pemimpin kharismatis dan demokratis. Muhammad saw memang
orang yang terpilih untuk ditugaskan sebagai rasul. Karena itu,
kepadanya dikaruniakan kharisma yang memikat dan memukau. Gerak dan
langkahnya terlihat indah. Tutur katanya menggetarkan hati dan terasa
sejuk. Kekuatan kharismatis yang ia peroleh tidak dibangun melalui jalan
pengkultusan atau menempuh upaya-upaya tertentu. Kewibawaan yang
dimilikinya bukanlah kewibawaan semu, tetapi kewibawaan murni yang lahir
dari kebenaran dan kemurnian misi yang diembannya. Kepatuhan orang
kepada dirinya bukanlah karena terpaksa atau takut, tetapi karena rela.
Orang patuh kepada perintah dan larangannya yang hampir seluruhnya
berasal dari Allah swt. Bukan hanya ketika berada di depannya, tetapi
juga ketika sendirian dan bersembunyi.
Kepemimpinan
rasul juga bertipe demokratis, suatu tipe kepemimpinan yang dikehendaki
dan dianggap ideal pada zaman modern ini. Sesuai dengan perintah Allah
swt., rasul selalu bermusyawarah dalam hal-hal yang mengatur hubungan
antar manusia, mu’âmalah atau hal-hal yang bersifat duniawi,
yang tidak ada ketentuan langsung dari Allah swt. Sifat demokratis
kepemimpinan nabi ini ditunjukkan pula oleh sikapnya yang terbuka
terhadap kritik dan mendengar pendapat dan saran orang lain. Sikap
mendengar pendapat dan saran orang lain ditunjukkan oleh hadis yang
menyatakan, “Terimalah nasehat walaupun datang dari seorang budak
hitam.”
Oleh
karena itu, pergantian dari masa Khulafa’ al-Rasyidun ke masa dinasti
Umayyah dipandang oleh Robet N. Bellah sebagai kegagalan sistem Islam
yang menghendaki pemilihan pimpinan politik tertinggi secara terbuka dan
demokratis dan berubah menjadi sistem penunjukan atau yang menyerupai
itu secara tertutup dan otoriter. Kegagalan itu terjadi karena prasarana
sosial untuk mendukung sistem politik Islam yang modern saaat itu belum
ada.
Kesimpulan
Berbagai
informasi tentang sejarah hidup Nabi Muhammad saw. yang telah
diungkapkan di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa sebuah misi
apapun, termasuk juga misi agama, dapat berhasil bila didukung oleh
SDM-SDM yang cukup handal yang memiliki sifat-sifat seperti Nabi saw.
Yang terpenting dari itu semua adalah bahwa Nabi dapat berhasil karena
empat hal: 1) karakter Nabi yang mulia dan terpuji; 2) perjuangannya
yang dilakukan terus-menerus tanpa putus asa dan tanpa pamrih; 3)
strateginya yang sangat jitu; dan 4) dan kedekatannya dengan Allah swt.
memberikan kekuatan spiritual yang sangat dahsyat dalam rangka menopang
dan mewujudkan tugas yang maha berat tersebut. Mudah-mudahan kita bisa
meneladaninya. Âmîn yâ mujîb al-sa`ilîn.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Mustafa Yaqub. Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, cet. ii. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.
Ali Syari’ati. Rasul Sejak Hijrah Hingga Wafat: Tinjauan Kritis Sejarah Nabi Periode Madinah, cet. iii Bandung: Pustaka Hidayah, 1996.
Fazlur Rahman. Islam, terj. Ahsin Mohammad, cet. ii. Bandung: Pustaka, 1994.
_______. Tema Pokok Alquran, ter. Anas Mahyudin, cet.i . Bandung: Pustaka, 1984.
Husain Haikal, Muhammad. Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah, cet. xxxviii. Bogor: Litera Antar Nusa, 2009.
Murtaza Mutahhari. Noble Character of the Holy Prophet (Sira-i-Nabawi). Tehran: Al-Hoda International, 2003.
Nurcholish Madjid. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina, 1998.
_______. Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina, 1995.
Nourouzzaman Shiddiqi. Jeram Jeram Peradaban Muslim, cet. I . Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Robert N. Bellah, ed. Beyond Belief. New York: Harper and Row, edisi paper back, 1976.
Yasin T. Al-Jibouri. Muhammad Prophet and Messenger of Allah. Qum Ansariyan, 2008.